Sahabat mata air

Sahabat mata air
Sekolah Sahabat Mata Air

Jumat, 04 November 2011

Sekolah Sahabat Mata Air SMP Negeri 2 Gondangwetan

  Sekolah sahabat mata air adalah pendidikan informal yang diberikan di luar sekolah (SMPN 2 Gondangwetan). Sahabat mata air merupakan suatu kegiatan yang mengajarkan mengenai arti pentignya bumi bagi kehidupan manusia. Kegiatan ini diberikan setiap satu bulan sekali dalam bentuk pembekalan. Pembekalan kali ini kami lakukan pada Jumat, 28 Oktober 2011. Tepatnya di pendapa Randuwana, desa Kertosari, Purwosari. Kegiatan ini bukanlah yang pertama kali kami lakukan, melainkan yang kedua kalinya
Dengan hati tanpa beban, kami memasuki depan Pendapa Randuwana. Kesan kami saat memasuki Pendapa itu, seakan seperti dalam alam bebas. Maklumlah, di sekitar pedapa banyak tumbuh beberapa pohon randu. Suasana itulah yang membuat kami nyaman berada di sini. Karena keasrian dan kesejukkannya hingga tidak terasa teman-teman dari sekolah lain sudah mulai berdatangan.
Peserta yang mengikuti kegiatan ini terdiri dari siswa-siswi SMP dan SMA. Siswa-siswi itu merupakan perwakilan dari beberapa sekolah se-Kabupaten Pasuruan. Mereka juga terlihat sangat antusias dengan kegiatan ini, sama halnya dengan kami. Dengan senyum dan sapa kami berbaur menjadi satu. Kami saling bercerita tentang kegiatan yang sudah dilakukan saat pembekalan bulan kemarin.
Tidak lama kemudian, datanglah Kak Fathurohman dengan senyum semangat. Beliau adalah ketua panitia kegiatan ini. Dalam kegiatan ini, beliau juga bertugas sebagai pemateri dasar kader lingkungan. Kemudian mulailah, Kak Fathurohman membuka sekolah pembekalan ini.
 Pada pembekalan sebelumnya kami hanya menerima materi mengenai lingkungan. Namun tidak pada saat ini, pembekalan kali ini mempelajari mengenai media komunikasi. Mulai dari materi fotografi, Jurnalistik Lingkungan, hingga pembuatan blogger.
Saat ini ada materi yang berbeda dari tema. Biomonitoring dengan Biotilik. Materi ini menjelaskan mengenai cara menilai keadaan air. Mulai dari air sumber, air sungai, air danau, hingga air laut. Untuk mengetahui keadaan air tersebut harus dilakukan penelitian terlebih dahulu. Penelitian ini bertujuan untuk melihat beberapa organisme yang hidup di dalamnya. Semakin besar jumlah scroll organisme tersebut, semakin besar pula air itu telah tercemar.
Pada waktu kegiatan menilai keadaan air sungai yang tidak jauh dari pendapa, hal yang menarik bagi kami adalah waktu bersama-sama masuk ke sungai. Dengan menggunakan jaring seadanya kami dapat menemukan sedikit organisme pada sungai tersebut. Hasilnya, keadaan air sungai tersebut cukup bersih, namun sedikit tercemar.
Dari materi Biomonotoring ini, kami dapat mengetahui suatu hal yang baru tentang indikator air bersih. Namun untuk mengetahui Indikator air bersih tersebut harus melakukan penelitihan terlebih dahulu. Karena tidak semua air jernih terkesan bersih. Terkadang kesalahan terjadi pada suatu pabrik air mineral. Dimana pabrik tersebut memasukkan zat kimia ke dalam air tersebut. Gunanya untuk mematikan kuman-kuman di dalamnya. Namun tanpa kita sadari semakin banyak bahan kimia di dalamnya, semakin kecil kebersihan air tersebut. 
Tidak terasa hari berganti malam, pertanda hati telah gelap. Satu hari telah kami lewati dengan senang hati. Saatnya kita menginap di rumah penduduk sekitar pendapa. Tepatnya, di rumah Bapak Taji, pemuka desa setempat. Orangnya ramah, fasilitas yang disediakan cukup sederhana. Tanpa canggung kami sudah mulai akrab dengan keluarganya. Dari Istrinya (Ibu Lis) hingga kedua anaknya. Tanpa disadari kami sudah mulai terlelap. Menanti esok yang cerah. Hari ini Sabtu, 29 Oktober 2011, kami kembali memulai kegiatan seperti kemarin, yaitu menerima materi, praktek, permainan sederhana, hingga istirahat sejenak dan makan siang. 
 Acara puncak telah datang menanti. Kegiatan perkemahan di puncak Gunung Baung akan segera kami lakukan. Dengan peralatan yang lengkap dan seadanya, kami sudah siap untuk berangkat. Barisan dibagi menjadi tiga kelompok dengan masing-masing tiga komando. Saya (penulis) melihat semua pancaran semangat di wajah semua peserta. Mulai dari peserta sahabat mata air, guru pembimbing, panitia penyelenggara, anggota karang taruna, hingga teman-teman dari PT. Investama (AQUA).

 Satu persatu langkah, terus melangkah menapaki jalan setapak menuju gunung. Hembusan angin yang berdesir-desir mengiringi semangat juang kami semua. Tanpa terasa mulailah kami memasuki medan yang curam. Naik turun pada tanah yang kering, hingga menyebrangi sungai yang sangat deras. Ranting-ranting disana-sini yang patah dimakan usia. Berbagai jenis pepohonan dan semak-semak belukar sudah mulai kering, bahkan sudah mati. Menjadi saksi bisu perjalanan kami. Dalam hati, saya bertanya, "Bagaimana mungkin gunung yang jarang dijamah manusia bisa seperti ini? Apakah ini ulah manusia ataukah mati dimakan usia?” Mitos bahwa Gunung Baung anker adalah penyebab utama mengapa orang di sekitar gunung ini jarang memasuki gunung ini. Sehingga banyak orang yang takut untuk memasukinya. Padahal, gunung yang terkenal akan kekayaan alamnya sayang jika dilewatkan untuk menikmati keindahannya.
 Lelah, letih, namun tetap semangat. Itulah yang kami rasakan saat ini. Tidak ubahnya dengan teman-teman, semua saling memberi semangat satu sama lain. Kata mereka, “Ayo.....semangat 11.” Itulah kata-kata yang dilontarkan teman-teman saat melakukan pendakian. Namun jikalau sudah penat, istirahat sejenaklah yang kami lakukan. Terdengar sang komando dari kelompok kami berkomando untuk meneruskan perjalanan.
Tiga jam sudah kami lewati untuk menyusuri gunung ini. Akhirnya tibalah kami pada tempat perkemahan. Desahan lega terdengar mulut semua peserta. Pancaran sinar kebahagiaan juga terpancar di wajah mereka. Satu persatu tenda sudah mulai berdiri rapi. Mereka yang tendanya sudah terpasang segera beristirahat melepas penat. Setelah itu, adapun kegiatan yang bersahabat, yaitu memasak. sebagian dari mereka mulai menyiapkan perlengkapan memasak. Walaupun sederhana, kami tidak pernah menghiraukannya. Sungguh kegiatan yang sangat mengembangkan rasa kebersamaan. Saling bergotong royong satu sama lain.
Setelah selesai makan bersama, kami lanjutkan dengan kegiatan renungan malam. Semua ikut hanyut dalam kata-kata si penyampai. Tidak ubahnya dengan suasana saat ini, sepi, gelap, sunyi serta dinginya hembusan angin menambah kehikmatan pada malam ini. Renungan malam yang yang menjadi banjir tangisan, diikuti dengat hikmat oleh seluruh peserta. Acara diakhiri dengan ucapan janji oleh seluruh peserta agar menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya.
Tibalah pada hari berikutnya Minggu, 30 Oktober 2011. Tidak ada suatu kegiatan seperti halnya kemarin. kegiatan hanya diawali dengan sarapan pagi dengan menu yang berbeda. Tidak ubah halnya dengan kemarin, kami memasak bersama-sama, melakukanya dengan bergotong-royong. Adapun dari mereka yang sudah sarapan mulai mengemasi semua barangnya. Mulai dari membereskan tenda, membersihkan semua sampah-sampah yang berserakan dan sebagainya.
Semua tenda telah tertata rapi, semua juga telah bersih dari sampah yang berserakan. Mulailah kita melangkah lagi dengan penuh semangat,menapaki jalan yang berbedadari kemarin, untuk bergegas pulang. Suasana seperti halnya kemarin mulai tergambar kembali. Panas dengan terik matahari yang menyengat memudarkan semangat yang tiada padam. Sedangkan kami harus menapaki medan yang curam, menyebrangi sungai kecil hingga yang besar, ranting-ranting pepohonan dan semak-semak belukar kami terobos dalam perjalanan. Seperti sebelumnya, semua saling memberi semangat satu sama lain. “Ayo.....semangat 11.” Kata itulah yang kembali mereka lontarkan.
Pemandangan yang sama kami lihat kala itu, banyak pepohonan dan semak belukar yang sudah mulai kering dan bahkan mati. Tidak hanya itu, tanah yang seharusnya subur sudah mulai kering, keras bagai batu. Rumput-rumput terlihat banyak yang mati habis di bakar. “Apakah sudah separah ini keadaan di bumi ini?” pertanyaan itulah yang sampai sekarang mengganjal di hati saya. Dan pertanyaan itulah yang menyadarkan saya untuk lebih mencintai lingkungan.
Akhirnya, sebuah pendapa kecil sudah terlihat di ujung sana. Suara gemuruh halilintar menambah semangat kami agar bergegas sampai di pendapa. Desahan lega kembali terdengar dari mulut kami. Tiga jam sudah, lama perjalanan kami lakukan. Tinggallah kami menunggu teman-teman yang lainnya berdatangan. Setelah semua berganti pakaian, kami segera  makan siang yang terakhir bersama. mobil jemputan dari sekolah kami sudah datang. Tidak ubahnya dengan teman-teman dari sekolah lain. Bahkan sudah banyak yang pulang mendahului. Setelah berpamitan dengan teman-teman dan panitia lainnya, pulanglah kami kembali ke sekolah dengan hati penuh kebahagiaan.
 Dari kegiatan ini kami menangkap suatu makna, bahwa “Bumi tidak minta untuk diselamatkan,  dengan menyelamatkan bumi berarti menyelamatkan diri sendiri.” Maksud dari pernyataan di atas adalah jika bumi tidak diselamatkan, tidak akan berpengaruh terhadap bumi itu sendiri. Sedangkan jika kita menyelamatkannya, berarti kita sudah menyelamatkan diri sendiri dari dampak rusaknya bumi. Maka dari itu, marilah kita sekalian melakukan sesuatu hal yang dapat menyelamatkan bumi ini. Walaupun itu hanya sedikit, namun sesuatu itu akan berpengaruh besar terhadap kehidupan kita sendiri. Dengan itu, berarti kita sudah berbuat sesuatu untuk bumi kita ini. Ingat “Kehidupan bukanlah warisan milik kita, melainkan milik anak, cucu dan cicit kita.”Sekian.




5 komentar:

Silahkan tulis komentar Anda...!!!!!!